Takkan berhenti untuk bermimpi..

Archive for the ‘eliminasi’ Category

GGK

  • Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat disebabkan oleh berbagai hal, terutama karena kelainan kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain.  Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut.

  • Manifestasi Klinis

Menurut Suyono (200l) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :

  1. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
  • Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat – zat toksik.
  • Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.
  • Cegukan, belum diketahui penyebabnya.
  1. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
  • Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
  • Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.
  • Gatal-gatal akibat toksin uremik.
  • Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
  • Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
  1. Sistem Syaraf dan otak.
  • Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
  • Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
  1. Sistem Kardiovaskuler.
  • Hipertensi.
  • Nyeri dada, sesak nafas.
  • Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
  • Edema.
  1. Sistem endokrin.
  • Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,   pada wanita muncul gangguan menstruasi.
  • Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
  1. Gangguan pada sistem lain.
  • Tulang : osteodistrofi renal.
  • Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.

 

  • Etiologi

Menurut Guyton (1997) penyebab GGK adalah :

  1. Gangguan Imunologi
  • Glomerulonefritis
  • Poliarteritis Nodusa.
  • Lupus Eritematosus.
  1. Gangguan Metabolik
  • Diabetes mellitus.
  • Amiloidosis.
  1. Gangguan Pembuluh Darah Ginjal.
  • Arterosklerosis.
  • Nefrosklerosis.
  1. Infeksi.
  • Pielonefritis.
  • Tuberkulosis.
  1. Obstruksi traktur Urinarius.
  • Batu Ginjal
  • Hipertropi Prostat.
  • Konstriksi Uretra.
  1. Kelainan Kongenital
  • Penyakit polikistik.
  • Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital ( hipoksia renalis ).

enema

ENEMA

 

Pengertian Enema

Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan kolon sigmoid. Alasan utama : untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Volume cairan yang dimasukkan akan memecah massa feses, meregangkan dinding rektum, kadang-kadang mengiritasi mukosa usus,dan mengawali refleks defekasi. Juga digunakan untuk alat transportasi obat-obatan yang menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum.

Indikasinya adalah menghilangkan konstipasi untuk sementara, membuang feses yang mengalami impaksi, mengosongkan usus sebelum pemeriksaan diagnostik, pembedahan, atau melahirkan, dan memulai program bowel training.

Jenis enema :

1. Cleansing enema / huknah (membersihkan)

Cleansing enema dimaksudkan untuk mengeluarkan feses. Tindakan ini utamanya diberikan untuk :

– Mencegah keluarnya feses saat operasi

– Persiapan pemeriksaan diagnostik tertentu pada usus

– Mengeluarkan feses dari usus saat konstipasi / obstipasi

 

Cleansing enema  efektif digunakan 5-10 menit. Cleansing enema  juga dapat digambarkan tinggi dan rendah. Ketinggian ini mempengaruhi kekeuatan tekanan aliran enema yang diberikan.Tinggi jika pembersihan dimungkinkan mencapai kolon. Klien berubah posisi dari lateral kiri ke dorsal recumbent dan kemudian lateral kanan selama pemberian enema, dengan posisi kontainer 30 – 46 cm dari klien atau sedikit lebih tinggi di atas panggul klien. Perubahan posisi memastikan bahwa cairan mencapai usus besar. Sering diberikan sekitar 1000ml larutan untuk orang dewasa.

Rendah jika pembersihan hanya pada rektum dan sigmoid. Posisi klien dipertahankan lateral kiri selama pemberian enema dengan posisi kontainer 7,5 cm atau lebih rendah daripinggul klien. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang dewasa,

2. Carminative enema (mengobati flatulen)

Diberikan utamanya untuk mengeluarkan flatus. Cairan dimasukkan ke dalam rektum mengeluarkan gas yang menambah distensi pada rektum dan kolon, kemudian merangsang peristaltik. Untuk dewasa diperlukan cairan 60 – 80 cc.

Contoh : 30ml magnesium, 60ml gliserin, dan 90 ml air.

3. Retention enema / klisma/ enema retensi-minyak (menahan)

Adalah memasukkan minyak atau obat ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Cairan dipertahankan dalam waktu yang relatif lama (misalnya 1 – 3 jam). Feses mengabsorbsi minyak untuk melunakkan feses dan lubrikasi rektum dan anus yang membantu keluarnya feses. Antibiotik enema digunakan untuk menangani infeksi lokal, antihelmentic enema untuk membunuh cacing parasit, nutritive enema untuk memberikan cairan dan nutrien pada rektum.

4. Return-flow enema

Merupakan irigasi kolon yang ringan. Digunakan untuk mengeluarkan flatus. Sekitar 100 – 200 cc cairan dimasukkan ke dalam rektum dan kolon sigmoid yang akan merangsang peristaltik. Kemudian perawat merendahkan wadah enema untuk memungkinkan larutan mengalir kembali melelui selang rektum dan menuju ke wadah. Tindakan ini diulangi 4 – 5 x sampai flatus keluar dan sampai (perut) gembung hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang. Jumlah total 1000ml merupakan hal yang biasa diberikan pada orang dewasa.

Pada cairan tubuh dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate dari beberapa enema siap pakai menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa, dan yang menyebabkan cairan tertarim ke dalam kolon dari jaringan sekitar. Proses ini disebut osmosis. Karena hanya sebagian kecil cairan yang diambil, rasa nyaman tertahan untuk 5-7 menit dan secara umum di luar dari manfaat ini. Bagaimanapun, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi, terutama pada anak di bawah 2 tahun . larutan bisa menyebabkan hypokalsemia dan hyperphosphatemia.

Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat mengakibatkan absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. Untuk aliran ini, beberapa agency kesehatan membatasi pemberian enema berbentuk kran. Ini adalah perhatian yang istimewa ketika permintaan pemasangan enema sampai kembali bersih harus jelas, contohnya pemeriksaan pendahuluan visual usus besar. Larutan hipotonik juga dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien dengan penurunan fungsi ginjal atau gagal jantung akut.

 

Hemorroid

‘HEMORROID’

 

A. Pengertian

Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.

 

B. Etiologi

1. Kelainan organis

– Serosis hepatic

– Trombosis vena porta

– Tumor intra-abdominal, terutama pelvis

2. Idiopatik, predisposisi:

– Herediter: kelemahan pembuluh darah

– Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di plexus hemorrhoid akan meningkat.

– Gravitasi: banyak berdiri

– Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.

– Tonus spinter ani lemah

– Obstipasi atau konstipasi kronis

– Obisitas

– Diit rendah serat

 

Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:

– Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.

– Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon

– Mengedan selama partus.

 

C. Klasifikasi

1. Hemorroid interna:

– Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius

– Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.

– Permukaannya mukosa (epitel thorax)

– Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11

2. Hemorroid externa:

– Berasal dari plexus hemorroidalis inferior

– Terletak 1/3 bawah saluran anus

– Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)

 

D. Patofisiologi

Hemorrhoid interna:

Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.

Hemorrid eksterna:

Robeknya vena hemorroidalis inferior membentukhematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.

 

E. Manifestasi klinis

Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.

 

Tanda dan gejala:

1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi

2. Prolaps:

– Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)

– Grade II : prolaps (+), masuk spontan

– Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul

– Grade IV : prolaps (+), inkarserata

3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.

4. pruritus ani sampai dermatitis, proctiti

5. Nyeri

PEMERIKSAAN CA.KOLOREKTAL

PEMERIKSAAN UNTUK MENDETEKSI CA.KOLOREKTAL

Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal sebelum timbul gejala dapat membantu dokter menemukan polyp dan kanker pada stadium dini. Bila polyp ditemukan dan segera diangkat, maka akan dapat mencegah terjadinya kanker kolorektal. Begitu juga pengobatan pada kanker kolorektal akan lebih efektif bila dilakukan pada stadium dini. Untuk menemukan polyp atau kanker kolorektal dianjurkan melakukan deteksi dini atau skrining pada orang diatas usia 50 tahun, atau dibawah usia 50 tahun namun memiliki faktor risiko yang tinggi untuk terkena kanker kolorektal seperti yang sudah disebutkan diatas. Tes skrining yang diperlukan adalah

  • Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
  • Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya. Sebelum dilakukan, usus dikosongkan, seringkali dengan menggunakan pencahar dan beberapa enema.
  • Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
  • Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
  • Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.

KLASIFIKASI CA KOLOREKTAL

KLASIFIKASI CA KOLOREKTAL

  • Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon
  • Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon
  • Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
  • Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain

 

 

Stadium Karsinoma Kolon Menurut DUKES
Menurut DUKES, klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
A 1 Tidak lebih dalam daripada muscularis mukosa
A 2 Tidak lebih dalam daripada sub mukosa
B 1 Pertumbuhan kedalam dinding otot, tetapi tidak menembus
B 2 Pertumbuhan menembus semua lapisan dinding otot sampai jaringan sekitar
C 1 Ada metastasis kelenjar limfe di sekitar karsinoma. Tumor primer tidak menembus dinding usus.
C 2 Metastase kelenjar limfe. Tumor primer menembus dinding usus.
D Metastase jarak jauh dan atau tumor primer yang in operabel.

 
Menurut TMN (The American Joint Committe on Cancer/AJCC), klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
Stage 0 Tis,N0,M0
Stage I T1,N0,M0/T2,N0,M0
Stage II T3,N0,M0/T4,N0,M0
Stage III Any T,N1,M0
Any T, N2,M0
Stage IV Any T,AnyN,M1

Keterangan : definisi TNM
Tumor Primer (T)
Tis : Karsinoma In situ : intra epitel atau invasi dari lamina propia (intra mucosal)
T1 : Tumor yang menyerang sub mukosa
T2 : Tumor yang menyerang lapisan otot
T3 : Tumor yang menyerang mulai lapisan otot sampai sub serosa atau sampai sekitar kolon non peritoneum
T4 : Tumor secara langsung menyerang organ-organ lain/jaringan-jaringan lain dan perforasi sampai peritoneum visceral

N (node), kelenjar getah bening regional

N0 : Tidak ada metastasi kelenjar limfonodi regional
N1 : Metastasi 1-3 kelenjar limfonodi regional
N2 : Metastasi 4 atau lebih kelenjar limfonodi regional

Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak ada metastasi jauh
M1 : Metastasi jauh

PERSARAFAN USUS BESAR

PERSARAFAN USUS BESAR

Mulai pada dinding esofagus dan menyebar ke seluruh jalan sampai anus terdapat sistem saraf intrinsik saluran pencernaan. Ia terutama terdiri dari dua lapisan neuron dan serabut-serabut penghubung yang sesuai, lapisan luar, dinamakan pleksus mienterikus/ pleksus Auerbach, terletak antara lapisan otot longitudinal dan sirkular, dan lapisan dalam, dinamakan pleksus submukosa/ pleksus Meissner, terletak dalam submukosa. Pleksus mienterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinalis sedangkan pleksus submukosa sangat penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan banyak fungsi sensoris, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus dan dari reseptor regangan dalam dinding usus.

Pada umumnya, perangsangan pleksus mienterikis meningkatkan aktivitas usus. Sebaliknya, beberapa serabut pleksus mienterikus bersifat penghambatan bukan perangsangan.

Sistem saraf intrinsik, termasuk pleksus submukosa dan pleksus mienterikus, khususnya bertanggung jawab akan banyak reflek neurogenik yang terjadi lokal dalam usus, seperti reflek dari mukosa usus untuk meningkatkan aktivitas otot usus atau untuk menyebabkan sekresi lokal getah pencernaan oleh kelenjar submukosa.

Sistem saraf intrinsik membentuk hubungan sinaps dengan neuron lain dalam pleksus dan berakhir pada otot polos dan kelenjar. Akson dari pleksus mienterikus banyak mengadakan sinaps dengan neuron submukosa dan sebaliknya. Rangsangan di pleksus mengakibatkan impuls dihantarkan ke bagian atas dan bawah GI. Hubungan saraf dalam pleksus memungkinkan refleks saraf tidak bergantung pada sistem saraf pusat. Namun bukan berarti bahwa sistem saraf pusat tidak dapat mengendalikan saluran GI.

Pengaturan otonom saluran pencernaan. Saluran pencernaan mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dan parasimpatis yang luas, yang mampu mengubah seluruh aktivitas seluruh usus atau bagian-bagian tertentu usus, khususnya ujung atas dan sampai lambung dan ujung distalnya dari  daerah pertengahan kolon sampai  anus.

Persarafan parasimpatis. Parasimpatis yang mempersarafi usus dibagi dalam divisi kranial dan sakral. Keuali beberapa serabut parasimpatis yang menuju ke mulut dan daerah faring saluran pencernaan, parasimpatis kranial hampir seluruhnya dihantarkan melalui nervous vagus. Serabut-serabut ini memberikan persarafan yang luas ke esofagus dan lambung dan dalam arti yang lebih sempit ke usus halus, kandung empedu dan setengah pertama usus besar. Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral kedua dan ketiga, medula spinalis dan berjalan melalui nervi erigentes menuju ke setengah ujung distal usus besar. Daerah regional, rectal dan anal usus besarmedapatkan persarafan yang lebih baik daripada bagian lainnya. Serabut-serabut ini khusus berfungsi dalam eflek defekasi.

Neuron paska ganglion sistem parasimpatis merupakan bagian dari fleksus mienterikus, sehingga perangsangan nervus parasimpatis menyebabkan peningkatan umum aktivat fleksus. Ini selanjutnya merangsang dinding usus dan mempermudah perbanyakan reflek saraf perangsangan intirnsik saluran pencernaan.

Persarafan simpatis. Serabut-serabut simpatis yang menuju saluran pencernaan berasal dari medula spinalis. Serabut pra ganglioner, setelah meninggalkan medula spinalis masuk ke rantai simpatis dan berjalan melalui rantai menuju ganglia yang letaknya jauh, seperti ganglia sel liaka dan berbagai ganglia mesenterika. Disini badan neuron pasca ganglion terletak dan serabut paska ganglion mnyebar dari mereka bersama pembuluh darah ke seluruh bagian usus. Simpatis pada hakekatnya mepersarafi semua bagian saluran pncernaan, bukan seperti parasimpatis yang lebih banyak mempersarafi bagian oral dan anal.

Pada umumnya, perangsangan susuna saraf simpatis menghambat aktivitas perangsangan, menyebabkan efek yang pada hakekatnya berlawanan dengan efek sistem parasimpatis. Jadi, perangsangan kuat sistem simpatis dapat menghambat pergerakan total makanan melaluisaluran pencernaan.

Sistem saraf ekstrinsik.

Adalah serat saraf bagian simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf otonom masuk ke dalam saluran GI kemudian mengadakan sinaps dengan neuron dalam fleksus melalui jalur saraf ini. Susunan saraf pusat dapat mengetahui keaktifan motorik dan sekretorik saluran GI. Ada 2 jalur reflek saraf yang menghubungkan suatu rangsangan

  1. Reflek jarak pendek dari reseptor melalui fleksus saraf ke sel sektor
  2. Reflek jarak jauh dari reseptor melalui saraf ekstrinsik ke susunan saraf pusat kembali ke fleksus saraf dan sel efektor dengan perantaraan saraf otonom.

Tidak semua reflek pengendalian sistem penceranaan dimulai dari sinyal dalam saluran GI. Apabila dimulai dari reseptor lain misalnya melihat mkanan, SSP terlibat dalam rsponnya. Pengaruh perilaku majemuk seperti emosi, sebagian besar bekerja melalui

TUMOR/Ca. GINJAL

 

TUMOR/KANKER GINJAL

Seperti organ tubuh lainnya, ginjal kadang bisa mengalami kanker. Pada dewasa, jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi tubulus renalis.

Wilms tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.

Sebagian besar tumor ginjal yang solid (padat) adalah kanker, sedangkan kista (rongga berisi cairan) atau tumor biasanya jinak.

KLASIFIKASI TUMOR GINJAL
1. Tumor Jinak

Tumor  mulai pada sel-sel, blok-blok bangunan yang membentuk jaringan-jaringan. Jaringan-jaringan membentuk organ-organ tubuh.

Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh memerlukan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka.

Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk suatu massa dari jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor.

a. Hamartoma Ginjal
Definisi
Hamartoma atau angiomiolipoma ginjal adalah tumor ginjal yang terdiri atas komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria dengan perbandingan 4 : 1 (Basuki, 2003).

Gambaran Klinis
Biasanaya bersamaan dengan penyakit Tuberous sklerosis.Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah : nyeri pinggang, hematuria, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitonial(Basuki, 2003).

b. Fibroma Renalis
Tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan ialah fibroma renalis atau tumor sel interstisial reno-medulari.

c. Adenoma Korteks Benigna
Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarna kuning kelabu dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalam korteks ginjal.
d. Onkositoma
Onkositoma merupakan subtipe dari adenoma yang sitoplasma granulernya (tanda terhadap adanya mitokondria yang cukup besar dan mengalami distorsi) banyak ditemukan.
e. Tumor Jinak Lainnya
Tumor jinak dapat timbul dari jenis sel apapun dari dalam ginjal. Beberapa menyebabkan masalah klinis, seperti hemangioma yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, sehingga memberikan rasa nyeri atau merupakan predisposisi kehilangan darah yang banyak sewaktu terjadi trauma.Tumor yang jarang ditemukan ialah tumor sel jukstaglomerulor yang memproduksi renin yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi (Underwood, 2000). Jenis tumor lain yang pernah ditemui adalah lipoma dan leiomioma (De Jong, 2000).

2.  Tumor Ganas (kanker)

Tumor ginjal yang ganas biasanya berupa tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal atau adenokarsinoma, yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblas, yaitu tumor Wilms.

a. Adenokarsinoma Ginjal
DEFINISI
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun.
Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1. Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda.

Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz, Hipernefroma, Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor (Basuki, 2003).

ETIOLOGI
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker ginjal.
Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.

Faktor resiko lainnya antara lain :
# Kegemukan
# Tekanan darah tinggi (hipertensi)
# Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)
# Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun memiliki resiko tinggi)
# Penyinaran
# Penyakit Von Hippel-Lindau.

Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau v. Renalis. Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal sebagai metastase tumor).Metastase tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang , adrenal dan ginjal kontralateral (De Jong, 2000).
Gejala dan Tanda Klinis
Didapatkan ketiga tanda trias klasik berupa: nyeri pinggang, hematuria dan massa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urin atau massa tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa ginjal.
Secara klinis kelainan ini terpaparkan sebagai keluhan hematuria.
Febris yang disebabkan karena nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh tumor ginjal.
Hipertensi yang mungkin disebabkan karena: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous) shunting pada massa tumor atau hasil produksi subtansi pressor oleh tumor.
Anemi karena terjadinya perdarahan intra tumoral
Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi akibat obstruksi vena spermatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat oleh trombus sel-sel tumor.
Tanda-tanda metastasis ke paru atau hepar.
Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas: (1) Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver), (2) hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat meningkatnya kadar renin(Basuki, 2003).

DIAGNOSA

Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan benjolan di perut.

Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:
# Urografi intravena
# USG
# CT scan
# MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.

Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.

b. Nefroblastoma atau tumor wilms

Definisi
Nefroblastoma adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak berusia kurang dari 10 tahun dan paling sering dijumpai pada umur 3,5 tahun. Paling banyak menyerang anak-anak. Insiden puncaknya antara umur 1- 4 tahun. Anak perempuan dan laki-laki sama banyaknya. (Underwood, 2000). Tumor Wilm sering diikuti dengan kelainan bawaan berupa: anridia, hemihipertrofi dan anomali organ urogenitalia (Basuki, 2003).

c. Tumor Pelvis Renalis
Sesuai dengan jenis histopatologinya tumor ini dibedakan dalam dua jenis yaitu (1) karsinoma sel transitional dan (2) karsinoma sel skuamosa. Seperti halnya mukosa yang terdapat pada kaliks, buli-buli dan uretra proksimal, pielum juga dilapisi oleh sel-sel transitional dan mempunyai kemungkinan untuk menjadi karsinoma transitional. Karsinoma sel skuamosa biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis renalis (Basuki, 2003).

Perbedaan tumor dan ca

1. Pertumbuhannya.

Tumor ganas tumbuhnya lebih aktif dan agresif, akibatnya jika di permukaan tubuh akan tampak tumor membesar dengan cepat dan seringkali di puncaknya disertai dengan luka atau pembusukan yang tidak kunjung sembuh.

2. Perluasannya.

Tumor jinak tumbuh secara ekspansif atau mendesak, tetapi tidak merusak struktur jaringan sekitarnya yang normal. Hal ini dikarenakan tumor jinak memiliki kapsul yang membatasi antara bagian sel-sel tumor yang abnormal dengan sel-sel normal. Sebaliknya pada tumor ganas yang memang tak berkapsul, tumor ini tumbuhnya infiltratif atau menyusup sembari merusak jaringan disekitarnya.

3. Metastasis.

Metastasis artinya kemampuan suatu jaringan tumor untuk lepas dari induknya dan menempel serta mampu hidup dan berkembang lebih lanjut pada jaringan tubuh lain yang letaknya jauh dari jaringan tumor induk.

4. Gambaran selular.

Tumor ganas di bawah mikroskop akan tampak sekumpulan sel-sel yang seringkali tidak menyerupai jaringan normal semestinya, bahkan sel-sel ganas bisa memberi gambaran yang sama sekali tidak menyerupai sel apapun dalam tubuh manusia. Sedangkan tumor jinak umumnya diferensiasinya baik, artinya gambaran sel-selnya masih serupa sel-sel normal asalnya namun aktvitas pembelahannya saja yang lebih aktif.

5. Kekambuhan.

Tumor jinak umumnya dengan dioperasi secara tepat jarang untuk kambuh lagi. Tumor ganas memiliki kekambuhan lebih tinggi dikarenakan proses pembedahannya sulit untuk benar-benar tuntas.

Transurethral resection of the prostate (TURP)

Transurethral resection of the prostate (TURP)

 

Pengertian TURP

–          Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop. Merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan.

–          Transurethral resection of the prostate (TURP) dapat dipakai sebagai criteria standar untuk mengurangi “bladder outlet obstruction (BOO) secondary to BPH”.  TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu jenis operasi endoskopi yang banyak dilakukan saat ini adalah TURP (transurethral resection of the prostate) dimana kelenjar prostat dipotong dengan cara dikerok dengan menggunakan energi listrik.

Dampak TURP

  1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca turp. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli-buli memerlukan penggunaan antipasmodik sesuai terap dokter.
  2. Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum sebelum flatus
  3. Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter dilepas.
  4. Pola aktivitas dan latihan. Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi keteter selama 6-24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
  5. Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
  6. Pola kognitif dan perseptual. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan panghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP
  7. Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karena kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP
  8. Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan di RS, maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.
  9. Pola reproduksi sexual. Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi retrograd

 

indikasi TURP

Secara umum indikasi untuk metode TURP adalah pasien dengan gejala sumbatan yang menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi obat lagi. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi

Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,

alasan dilakukannya TURP

Karena prostat mengalami pembesaran, dan harus dilakukan TURP guna    mengeruk prostat tersebut.

waktu yang tepat dilakukannya TURP

Prosedur ini dilakukan dengan anestesi regional atau umum dan      membutuhkan perawatan inap selama 1-2 hari. Proses TURP tidak boleh lebih   dari 1 jam.

mekanisme TURP

TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan    suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan
dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai    diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung           besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan akuades atau cairan isotonik tanpa           elektrolit. Prosedur ini dilakukan dengan anastesi regional ( Blok Subarakhnoidal     / SAB / Peridural ). Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa        hari. Sering dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang          mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon dikembangkan dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 30 – 50 ml yang     digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara traksi selama 6 – 24       jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke paha klien atau dengan           memberi beban (0,5 kg) pada kateter tersebut melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat menimbulkan penekanan pada uretra bagian       penoskrotal sehingga mengakibatkan stenosis buli – buli karena ischemi. Setelah     traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan pada paha bagian proximal atau abdomen   bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau
24 – 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas        .Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3 – 5. Untuk pelepasan kateter, diberikan    antibiotika 1 jam sebelumnya untuk mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh         pulang setelah miksi baik, satu atau dua hari setelah kateter dilepas

Peran perawat dalam proses TURP

Perawat tidak berwenang dalam proses TURP karena yang berwenang        adalah dokter. Perawat hanya membantu dokter dalam proses TURP. Dan perawat        berwenang untuk merawat pasien pasca TURP.

 

PSA, Prostate Specific Antigen

PSA, Prostate Specific Antigen

Pengertian PSA

Antigen Spesifik Prostat (PSA, Prostate Specific Antigen) adalah suatu       glikoprotein protease yang diproduksi dan disekresi oleh sel epitel prostat dan   berperan aktif dalam likuifaksi semen.

Prosedur PSA

– komunikasi dengan pasien

– cek identitas pasien

– jelaskan pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

– Cuci tangan & pakai handscoon

– Tentukan terlebih dahulu vena yang akan kita tusuk
– Bersihkan tempat vena yang akan diambil dengan menggunakan kapas yang beralkohol 70 %
– Pasang torniquit pada lengan bagian atas untuk memperjelas posisi vena
– Dengan menggunakan spuit pada posisi 45 derajat tusukkan ujung jarum  sampai darah masuk kedalam spuit dan tarik bagian spuit sampai volume darah yang dikehendaki
– Cabut ujung jarum tersebut kemudian darah yang ada dalam spuit     masukkan kedalam botol penampung
– Pada ujung jarum spuit tersebut tempelkan kapas yang beralkohol pada                               lengan sampai darah tidak keluar lagi
– Masukkan darah kedalam botol yang sudah ada zat antikoagulan

waktu dilakukan PSA

Waktu yang tepat adalah ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran      .karena PSA bertujuan untuk mendeteksi dini adanya kanker prostat.

 

alasan dilakukannya PSA

untuk mendeteksi perkembangan tomur dan untuk memprediksi adanya tumor  prostat.

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

  • DEFINISI

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

 

  • ETIOLOGI

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :

  • Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

  • Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

 

  • PATOFISIOLOGIS

Daerah yang sering dikenai adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi.

Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papil­a-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut hiperplasia fibromatosa

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

 

  • MANIFESTASI KLINIS

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.7

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.1,3,11

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml 7

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.

 

PENGKAJIAN PADA PASIEN BPH

Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

 

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

a. Darah :      – Ureum dan Kreatinin

– Elektrolit

– Blood urea nitrogen

– Prostate Specific Antigen (PSA)

– Gula darah

b. Urin :     – Kultur urin + sensitifitas test

– Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

– Sedimen

4. Pemeriksaan pencitraan :

Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

  1. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
  2. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).

PENATALAKSANAAN

  1. Non Operatif
    • Pembesaran hormon estrogen & progesteron
    • Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
    • Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
    • Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
    • Pemasangan kateter.
  2. Operatif
    Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
  • TURP (trans-urethral resection of the prostate)
    TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan.
    Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi.
    88% penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1% penderita mengalami inkontinensia uri.
  • TUIP (trans-urethral incision of the prostate)
    TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki prostat relatif kecil.
    Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang.
    Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan impotensi.
  • Prostatektomi terbuka.
    Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum (dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%.
    Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari.
    Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%).

KOMPLIKASI

  1. Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah
    a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
    b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
    c. Hernia / hemoroid
    d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
    e. Hematuria
    f. Sistitis dan Pielonefritis